setelah sekian lama yah...
sampai juga ke hari rabu yang kesekian tahun ini. aku perhatikan setiap hari rabu pasti ada aja kejadian yang bikin drop. aku menjadi (sangat) ga suka hari rabu. salah aku yang men-sugesti diri terhadap hari rabu atau memang hari rabu selalu bawa sial buat aku. hanya Tuhan yang tahu.
hari ini, dimulai dari semalam...kami bertengkar. aku dan si dia. jujur sampai sekarang, aku masih ga enak hati..ditambah dengan sebuah DM di twitter.
hari ini, kabar baik yang aku tunggu tiba...tapi kabar baik itu ga lama menjadi mimpi buruk.
hari ini, masih ada 12 jam lagi...apa yang akan terjadi ya Tuhan...
apakah aku lupa bersyukur padaMu ketika aku senang?
apakah aku lupa berbagi ketika aku berkecukupan?
apakah Kau hanya ingin menyadarkan aku bahwa yang aku lakukan salah dan belum cukup menyenangkan Mu...
apapun maksudMu, beri aku kekuatan untuk tetap berpikir jernih agar bisa menghadapi dan mencari jalan keluar yang baik.
oh, Rabu..hanya karna aku membencimu maka kamu bertubi-tubi balas menjatuhkan aku?
Wednesday, 27 April 2011
Thursday, 7 April 2011
cerita perjalanan
karena cuma pergi berdua dan sehari saja, jadi bukti otentiknya cuma sedikit :D
gatau kenapa kami ga senarsis biasanya :)
gatau kenapa kami ga senarsis biasanya :)
Tuesday, 5 April 2011
kalau jadi...
“Bi, ngitung masa subur system kalender gimana sih?,” tanyaku penasaran.
Heran yah, setelah udah beratus kali aku berhubungan intim dengan pacar-pacarku pun, aku ga pernah se-penasaran ini pengen tahu hitungan masa subur. Mereka selalu keluar diluar, dan pernah ada yang kecepetan keluar didalem pun ternyata ga terjadi apa-apa alias aku ga pernah sampai hamil. Pengen banget periksa, ada masalah apakah gerangan dengan organ reproduksi ku, tapi aku enggan karena orang akan tahu bahwa aku sudah berhubungan intim sebelum menikah.
Binna, temanku yang sangat subur ini, dulunya menikah karena hamil duluan. Tapi lucunya dia memang sengaja melakukan itu agar orang tuanya menyetujui hubungannya dengan Ravi, pacarnya yang kemudian berhasil jadi suaminya. Kenapa aku bilang subur, karena selang beberapa bulan menikah, dia bolong melakukan KB, sehingga sekarang belum genap setahun anak pertamanya lahir, dia sudah hamil lagi.
“Gimana yah…setau gue, rumusnya begini nih,” Dia mengambil kertas kosong dan menuliskan sesuatu diatasnya.
Masa Subur = Hari Terakhir Haid Menstruasi + 13
Masa Prasubur = Masa Subur -3 & Masa Subur + 3
"Jadi kalo misalnya aja nih, lu selese mens tanggal 10, brarti masa subur lu tanggal 23, sedangkan masa prasubur awal lu ya tanggal 20 dan akhirnya tanggal 26," lanjutnya setelah menulis "rumus"
Uuups, aku baru aja sehari selesai mens. Berarti masih amaaaan..
“Kenapa lu, ga biasanya nanya beginian?,”
Aku ga selalu cerita hal percintaanku dengan detail sih, tapi jelasnya Binna tahu aku udah pernah melakukan.
“Gian baru aja keluar di dalem dan itu aku yang minta…”
“Hah, lu bukannya udah putus ma Gian gara-gara dia selingkuh, kok masih mau-maunya ngelakuin itu ma dia?”
“Nah itu dia, gatau deh…Gian deketin aku lagi, dia nyesel ma salahnya dan bilang pengen nikah sama aku, trus kita ngelakuin deh. Aku minta dia keluarin di dalem dia nurut aja…”
“ Cowok kalo ada maunya mang gombal gitu kali, Na…”
Sesaat aku terdiam dan mengingat. Sensasinya kali ini beda. Masih melekat karena baru saja tadi sore kami melakukan. Biasanya saat akan ejakulasi, mr happy berkedut-kedut di mulutku, sekarang aku merasakannya di dalam miss cheerful…menyenangkan sekali rasanya, seakan yang kami lakukan sudah legal.
“Kalo jadi gimana?,” Gian mengecup bibirku.
“Aku ga mau kamu yang tanggung jawab,” jawabku santai.
“Hah, ga bisa dong. Itu kan anak aku?!. Dan aku sudah bilang sama kamu, kali ini aku pengen serius,” katanya.
[Aku tidak menjawabnya. Air mani-nya keluar sedikit-sedikit dari liang V-ku dan aku sibuk mencari tissue untuk menyekanya. Tiba-tiba aku kuatir juga kalo beneran jadi janin, karena aku benar-benar tak ingin menjalin hubungan dengannya. Di sisi lain, aku ingin sekali punya bayi, mungkin sekaligus sebagai pembuktian bahwa aku wanita yang subur juga. Ga kalah sama Binna. Eh, tapi dia kan uda merit]
“Jadi gimana, emang lu ada niat serius ma Gian?”
Aku menggelengkan kepala.
“Derita lu kalo tuh sperma berhasil membuahi sel telur lu. Gue tau lu dah ga tertarik buat serius ma dia, tapi nafsu aja diduluin.”
“Biarin, aku tanggung sendiri entar. Belom tentu jadi ini…” kataku dengan nada yakin.
“Kebanyakan nonton sinetron nih orang, pake mo jadi single parent lagi, lu beli bedak aja sering bingung tiap bulannya, apalagi ngurusin anak, beli popok ma susu, sok ga butuh laki lagi…hahaha” Binna masih saja melanjutkan candaannya, dan herannya aku ga tersinggung.
Emang bener sih yang dia bilang, aku pasti belom siap jadi orang tua apalagi kalo sendiri. Gaji sebagai waitress café berapa sih. Terlebih, iya kalo di luar negeri dengan kehidupan super bebasnya, ini mah Indonesia dengan segudang norma yang melekat di masyarakatnya. Tapi yah, kalau jadi, aku janji sama diriku sendiri ga akan ngegugurin janin ini.
Thursday, 24 March 2011
Wednesday, 23 March 2011
jalan menuju tanggal terpilih
(Maret, 2004)
Dito dan aku pacaran lebih dari 2 tahun. Putus dan sambung kerap mewarnai, karena ujung-ujungnya kami selalu merasa bahwa kami saling membutuhkan satu sama lain. Saat akhirnya aku lulus duluan, ia masih dengan setia menunggu di depan auditorium hingga prosesi wisuda selesai. Aku, 21 tahun, berkesempatan untuk bekerja lebih dulu. Tak memikirkan pernikahan seperti teman-teman perempuanku yang lain.
Aku telah memilih tanggal, bulan dan tahunku sendiri. Yah, masih 6 tahun lagi. Masih banyak waktu menata hidup terlebih dahulu. Tapi Dito tak terlalu peduli dengan itu. Padahal dia pernah gembar-gembor suatu hari nanti ingin menikahiku, dan punya anak dari rahimku karena sangat penasaran bagaimana wajah bayi perpaduan antara kami.
(Desember, 2006)
Setelah 12 hari mengurung dalam kamar, 62 hari berusaha menyibukkan diri di kampus, aku memutuskan untuk berlibur ke Malang. Mendinginkan pikiran. Atau lebih tepatnya mendinginkan otak, agar sedikit bisa melupakannya.
Suasananya menyenangkan. Aku menginap di rumah Aunty T, adik perempuan mama, dimana ia membuka kafe steak dan pasta, jadi setiap sore aku disodori makanan enak gratis. Pengen jalan-jalan, ada Eron teman friendster-ku yang siap menemani. Bosan jalan-jalan, aku membeli buku novel untuk kubaca di kamar.
Hingga suatu malam, handphone-ku berbunyi. Sebuah pesan singkat dari Dito, yang baru 2 minggu putus denganku langsung punya pacar baru, mengetikkan…”aku kangen kamu, dia sama skali berbeda denganmu”. Aku lalu membalas, “Setiap orang berbeda. Tapi aku yakin, ia memiliki kualitas sendiri yang aku tak punya untuk membahagiakanmu. Nite…”
Setelahnya, aku merasa menang. Tak ada sesal, tak ada sedih. Dia ga akan mendapatkan orang sepertiku lagi. Yang ada hanyalah, lebih buruk dariku, atau jauh lebih baik dariku. Yang kedua-lah yang jadi doa buatnya.
(November, 2009)
Aku dan Dito masih bersahabat. Meski terlambat lulus, kini ia punya karir yang bagus. Sudah putus dengan pacarnya yang setelah aku dan sudah ada pacar baru lagi.
Aku, tetap dengan hidupku yang penuh dengan rutinitas, bagai mimpi menjadi kenyataan, bahagia dengan pria yang kucintai dan mencintaiku melamarku malam ini, setelah setahun kami berhubungan. Orang tua kami ribut menentukan hari baik sesuai dengan adat dan agama untuk pernikahan kami, tapi aku bersikeras, aku menginginkan tanggal, bulan, dan tahun pilihanku. 11 bulan lagi. Mereka tidak setuju. Mereka pikir itu waktu yang terlalu lama setelah lamaran berlangsung. Semua kekuatiran, hal buruk bisa saja terjadi. Untungnya tunanganku, Alka, mampu meyakinkan mereka bahwa kami akan baik-baik saja. Aku sungguh beruntung memilikinya. Ia akan jadi calon suami dan calon ayah yang baik.
(Mei, 2010)
Alka sedang dalam perjalanan menjemputku dari kantor. Kami hendak memesan undangan di salah satu percetakan rekomendasi teman Alka. Satu jam setengah menunggu. Tumben Alka terlambat, pikirku. telepon dari Mama membuyarkan lamunanku. Beliau mengabari Alka berada di ruang UGD setelah mengalami kecelakaan mobil. Aku panik, secepatnya sambil berlari memanggil taksi yang melintas di jalanan depan kantorku. Mama berkata ia sadar dan baik-baik saja. Nafasku yang tadinya tersengal-sengal, kini berangsur memelan dan stabil.
Tapi begitu sampai di rumah sakit, aku melihat pemandangan yang sama sekali berbeda dengan pikiranku. Tante Rahayu dan Om Peter, mama dan papa Alka menangis dan kemudian memelukku. Mama dan Ayah pun menyusul mendekapku. Setelahnya aku baru tahu, tubuh Alka telah terbujur kaku di hadapanku dan sebagian tubuhnya tertutup selimut putih.
Aku menangis. Aku berteriak. Aku tak sadarkan diri.
(10 Oktober 2010)
Hari minggu yang mendung. Hari yang seharusnya menjadi hari bersejarah dalam hidupku dan hidupnya. Hari yang aku nantikan sekian tahun. Hari yang aku bayangkan semua teman, kerabat dan keluarga berkumpul, menyaksikan kami berjanji sehidup semati di rumah Tuhan, bernyanyi dan berdansa bersama mengakrabkan suasana di malam resepsi yang sarat dengan nuansa putih, bunga lily menghias setiap meja dan lilin di sekitar danau buatan.
Tapi disinilah aku sekarang, di depan tempat peristirahatan Alka yang terakhir. Terpisah alam, dimensi dan waktu. Tak mau lagi aku menangis di hadapannya. Ia sudah pasti tenang dan bahagia, aku tidak ingin merusaknya. Aku harus kuat. Semenit setelah menabur bunga dan berdoa, aku berjalan pulang.
10-10-10 mungkin bukan jatahku. Bukan kebahagiaanku. Tuhan pasti memberi waktu lain yang lebih indah untukku nantinya. Tapi untuk sementara, biarkan aku mengenang Alka. Selanjutnya, aku pasrah.
Friday, 18 March 2011
shutter
Marini, 22 tahun, seorang karyawan kafe dan model foto hanya untuk seorang fotografer amatir bernama Pria, 26 tahun. Marini biasa-biasa saja, tidak cantik, hidung pesek, berkulit kuning, berambut panjang kemerahan dan memiliki kaki jenjang. Dari kecil, ibunya yang asli orang jawa selalu melulurinya dengan mangir tiga hari sekali sebelum memandikannya.
Pria, hobi fotografi dan bekerja freelance di sebuah wedding organizer, mengenalnya lewat situs pertemanan di internet. Lalu tertarik untuk menjadikannya sebagai model untuk bahan Tugas Akhir sekolah fotografinya. Marini menerima tawarannya. Tanpa bayaran dalam bentuk apapun. Lama-kelamaan, tanpa alasan tugas akhir pun, Pria ketagihan memotretnya.
“Bang, kamu ga bosen apa foto aku terus. Aku kan ga cantik…” Marini berkata pada Pria yang sedang konsentrasi menatap LCD komputer yang menyajikan hasil pemotretan barusan.
“Kayanya minggu depan saya pengen foto kamu lagi. Kali ini bawa kostum kerja kamu” jawabnya datar.
“Bang, kamu belum jawab pertanyaan aku…”
“Mar, saya suka sama penampilan kamu. Mungkin kamu merasa bahwa dirimu tidak cantik, tapi itu bisa dikasi trik, dari tata rias, pencahayaan, dan keahlian sang fotografer dalam mengambil angle yang tepat. Dan banyak saya temukan dibalik kamera dirimu begitu sensual. Coba liat foto ini…” Pria menunjuk salah satu gambar dimana Marini menutup mata, duduk dengan kaki terbuka sehingga terlihat paha dan sebagian selangkangan.
“Ini karena kamu memintaku untuk pose gitu. Coba kalo aku posenya cuma duduk manis, ga akan muncul kata ‘sensual’ di pikiranmu”
“Hahaha..oke, saya suka memandang kakimu. Seksi.” Pria meliriknya dengan tatapan nakal.
“Masa…?”
4 bulan setelah perkenalan bagi Marini cukup untuk merasakan jatuh cinta pada Pria. Pria sosok lelaki yang hangat, pandai, santai namun agak misterius. Hanya saja, Pria mungkin tidak pernah mencintainya karena selama 3 tahun mereka menjadi ‘partner’, Pria tidak pernah memintanya untuk menjadi pacar.
Adalah Chika, 27 tahun, pengusaha butik batik, dipacari 8 bulan lamanya. Putus karena orang tua Chika tidak merestui anaknya berpacaran dengan orang yang “belum punya apa-apa”.
Lana, 23 tahun, seorang model catwalk, menjadi kekasihnya selama 6 bulan. Putus karena Lana ketahuan selingkuh dengan seorang disk jockey.
4 bulan sendiri lalu Anggit, 25 tahun, seorang auditor di Kantor Akuntan Publik ternama mengisi 455 harinya bersama. Putus karena tertekan diminta menikahinya secepatnya.
2 bulan berlalu, Mara, 23 tahun, seorang penyiar radio dan presenter di televisi lokal merebut perhatiannya.
Hingga sekarang…
“Bang, gimana hubunganmu sama Mara?”
“Baik. kenapa?”. Pria selalu begitu. Tidak pernah menceritakan detail kehidupan pribadinya, apalagi cintanya.
“Kamu bahagia dengannya?”
“Ya. Paling nggak ‘masih’lah…hehe”
“Boleh aku bertanya…tapi harus dijawab”
“Boleh, mo nanya apa?” Pria mencolek hidung, lalu mencium bibir Marini, lembut. Bagian ini yang selalu bikin ia bingung. Pria bukan kekasihnya. Pria kekasih orang lain yang suka menyentuh, menciumi, dan bahkan menidurinya beberapa kali setelah pemotretan.
“Untuk apa semua fotoku selama ini…kenapa tidak kamu jadikan aku model beneran, atau kamu jual ke majalah supaya kita juga ada penghasilan tambahan. Secara kamu juga tidak pernah membayarku untuk menjadi modelmu selama ini…”
“Tidak. Tubuhmu tidak boleh dipandang dan dinikmati oleh orang lain. Lelaki lain…”
“Kenapa?. Kalo gitu aku ga mau di foto lagi…”
“Ya udah. Terserah kamu. Tapi setelahnya kita tidak akan pernah bertemu lagi”.
“Kok gitu…” Marini menatap melas. “Kamu cuma ingin memanfaatkan aku!” lanjutnya.
“Marini…saya tidak pernah memaksamu untuk di foto. Saya memang meminta tapi saya tidak pernah memaksa,” nada suaranya meninggi.
“Smua aku lakukan karena aku ga mau kehilangan kamu, Bang…”
“….”
“Karna aku jatuh cinta sama kamu. Aku punya harapan kamu bisa jatuh cinta sama aku. Tapi ternyata selalu ada wanita lain yang mengisi hidupmu, bukan aku…”
“Mar…kita ga bisa bersama. Saya ga cinta, hanya kagum sama kamu...”
Air mata Marini menetes. Setelah semua yang telah ia lakukan untuk mendapatkan hati Pria adalah sia-sia. Apapun alasannya ia tahu, tidak pernah ada Marini di hati Pria. Marini beranjak dari duduk meninggalkannya. Berjalan menuju pintu kamar apartment Pria. Sebelum membuka pintu ia berhenti lalu menengok dan berkata,
“Coba gitu dari dulu aku minta bayaran untuk foto dan kepuasan ‘batin’ di malam hari, paling ga usahaku ga se sia-sia ini”
Pintu ditutup dan Marini tak ingin menoleh lagi.
Thursday, 17 March 2011
Bebek Item
Kayanya udah dua taon ga “mengunjungi” warung bebek madura atau bebek item kalo kata aku (karena penampakannya memang hitam, lengkap dengan kremesan tulang-tulang kecil dan sisa-sisa bumbu di penggorengan), padahal letak warungnya ga jauh juga dari rumah. Baru aja kepikir, tiba-tiba...
Klinggg (ini nada sms di hape aku)..
Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: dav, gw akirna di sby juga. Ga cuti lu besok, ketemuan yuk.
Reply to: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: dah nyampe ya, deu ga lagi harinya ni, jadi ga cuti gw. Abis gw ngantor napa?
Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: bole tu. Temenin mam bebek item, masak tmn gw d jkt uda nyoba, gw blom pernah. Katanya yg enak depan RS XYZ ato di deket SMK V.
Reply to: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: haha, lo lagi baca pikiran gw ya, lagi ngidam jg ni gw. Ayok, jemput gw jam 7 ya..tp pst jadi kan..
Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: harus jadi!
Si Sammy temen SD aku pindah ke Bandung akhirnya maen juga ke Surabaya. Selama ini sih kami tetap berhubungan via internet dan sms. Kemaren-kemaren pas dia ke Surabaya, kami enggak sempet ketemuan. Obrolan terakhir di YM 3 minggu lalu,
<sam_wise>: 2 hr lg gw maen sby
<anivadavina>: dalam rangka apa?
<sam_wise>: pen ketemu lu, haha
<sam_wise>: gw ada interviu ni
<anivadavina>: LOL
<sam_wise>: ketemu ya..
<anivadavina>: ga yakin gw, filing gw paling sama aja kayak 4 bln lalu..lu sibuk ndiri ketemuan ma temen2 yg laen ato malah ke kediri rmh eyang lo.
<sam_wise>: filing lo salah..
<anivadavina>: yakin bgt lo, klo gt..cant hardly wait 2 cu..hehe
asik asik, maem bebek item.
Esoknya, sepulang dari kantor aku langsung bersiin muka terus mandi. Luluran, keramas, cukur bulu ketek, dan kaki. Selesainya, dengan masih pakai handuk aku berdandan. Kebiasaan sih, dandan dulu pake bajunya belakangan.
“Mo kemana?” Ladya, kakakku satu-satunya bertanya.
“Makan bebek item.” Jawabku sambil masih memandang cermin dan mengulas alas bedak.
“Ma siapa, neng? Mana pake bedak tebel gitu lagi, bebek item warung kan. Sayang banget mahalan bedak daripada bebeknya...hahaha,” katanya.
Cuek mode ON
15 menit setelah aku siap...
pas banget dah jam 7, pasti bentar lagi dia jemput aku
30 menit setelah aku siap...
mungkin dia masih di jalan agak macet. Tapi kok ga sms. Dengerin madonna di iPod aja deh sambil nunggu.
45 menit setelah aku siap...
wah macetnya pasti parah. Ato dia lupa ya. Sms engga, sms iya, sms engga...
60 menit...
To: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: sam, dr’mu buatku menunggu tanpa kepastian. Benernya jadi ga sih?
5 menit kemudian...Klinggg
Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: ya ampun, key deh gw berangkat skr. Tapi jam 9 gw cabz ya, mo ngumpul ma temen2.
Aku melihat jam di tangan, 8.07 pm
*Sigh*
Mo makan sejam doank?. Mang ga pake ngobrol?.
Reply to: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: ga usah deh, daripada keburu-buru next time aja. Btw klo dari td lu bilang ga jadi bnrna gpp. Have fun yee
Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: keluarga pd ngumpul rame d rumah, ga enak juga ninggalin. Paling juga ga jadi ni ketemu ma temen.
Sial Sammy...dah ditungguin taunya lupa. Keluarga selalu jadi alasan kuat buat ngeles mang, huhu. Mana dah laper berat. Terpaksa deh masuk kamar lagi, ganti baju, bersihin muka, dan disorakin kak Ladya,
“Poor Davina...uda dandan cantik ga jadi pergi, dapet salam dari bebek item”
Subscribe to:
Posts (Atom)