Monday 20 June 2011

embun dari surga


Mata selalu berbicara. Mata tak pernah berbohong. Bahkan sekarang saat mataku sedang berembun...

"Mbak...terima kasih ya," kata seorang tamu padaku, setelah kusampaikan keinginannya bertamu pada salah satu bos di kantor.
"Mbak, ga pa pa kan?, aman smua?," lanjutnya. Aku menganggukkan kepala, sambil menahan embun itu keluar dari liang mataku.

Aku rasa, menangis adalah salah satu hal yang sangat manusiawi. Meski tidak dianjurkan untuk dilakukan di beberapa tempat, tapi aku cuek aja ketika terlihat basah oleh orang lain di kantor. Kalau memungkinkan malah, aku lari ke sebuah ruangan yang tidak terpakai dan menjerit-jerit disana. Lebay? aku tak peduli orang lain, toh tidak terdengar. Aku lebih peduli untuk membuang seluruh resahku bersamaan dengan cucuran air mata, dibandingkan harus ku tahan dan ku endapkan sampai menjadi kerak yang menghancurkan tubuhku perlahan.

Dan kali ini pun begitu. Aku benci tak bisa melihat matanya saat kami berbicara. Aku benci dia tidak bisa melihat kejujuran yang terpancar dari mataku (Hey, aku percaya diri aku tidak bersalah, karna aku memang tidak melakukan kesalahan). Aku benci saat aku dan dia harus berdebat saat aku sedang berada di kantor.

Tapi tangis tetaplah tangis. Tak menyelesaikan masalah. Namun, mampu mewakili perasaan yang tak mampu kuungkapkan lewat kata. Mampu melegakan hatiku. Dan mampu meluruhkan keegoisan juga emosi tinggiku.


“Perhaps our eyes need to be washed by our tears once in a while, so that we can see Life with a clearer view again.” ~Alex Tan


No comments:

Post a Comment