Wednesday 23 March 2011

jalan menuju tanggal terpilih

(Maret, 2004)
Dito dan aku pacaran lebih dari 2 tahun. Putus dan sambung kerap mewarnai, karena ujung-ujungnya kami selalu merasa bahwa kami saling membutuhkan satu sama lain. Saat akhirnya aku lulus duluan, ia masih dengan setia menunggu di depan auditorium hingga prosesi wisuda selesai. Aku, 21 tahun, berkesempatan untuk bekerja lebih dulu. Tak memikirkan pernikahan seperti teman-teman perempuanku yang lain. 

Aku telah memilih tanggal, bulan dan tahunku sendiri. Yah, masih 6 tahun lagi. Masih banyak waktu menata hidup terlebih dahulu. Tapi Dito tak terlalu peduli dengan itu. Padahal dia pernah gembar-gembor suatu hari nanti ingin menikahiku, dan punya anak dari rahimku karena sangat penasaran bagaimana wajah bayi perpaduan antara kami.

(Desember, 2006)
Setelah 12 hari mengurung dalam kamar, 62 hari berusaha menyibukkan diri di kampus, aku memutuskan untuk berlibur ke Malang. Mendinginkan pikiran. Atau lebih tepatnya mendinginkan otak, agar sedikit bisa melupakannya.

Suasananya menyenangkan. Aku menginap di rumah Aunty T, adik perempuan mama, dimana ia membuka kafe steak dan pasta, jadi setiap sore aku disodori makanan enak gratis. Pengen jalan-jalan, ada Eron teman friendster-ku yang siap menemani. Bosan jalan-jalan, aku membeli buku novel untuk kubaca di kamar.

Hingga suatu malam, handphone-ku berbunyi. Sebuah pesan singkat dari Dito, yang baru 2 minggu putus denganku langsung punya pacar baru, mengetikkan…”aku kangen kamu, dia sama skali berbeda denganmu”. Aku lalu membalas, “Setiap orang berbeda. Tapi aku yakin, ia memiliki kualitas sendiri yang aku tak punya untuk membahagiakanmu. Nite…”

Setelahnya, aku merasa menang. Tak ada sesal, tak ada sedih. Dia ga akan mendapatkan orang sepertiku lagi. Yang ada hanyalah, lebih buruk dariku, atau jauh lebih baik dariku. Yang kedua-lah yang jadi doa buatnya.

(November, 2009)
Aku dan Dito masih bersahabat. Meski terlambat lulus, kini ia punya karir yang bagus. Sudah putus dengan pacarnya yang setelah aku dan sudah ada pacar baru lagi.

Aku, tetap dengan hidupku yang penuh dengan rutinitas, bagai mimpi menjadi kenyataan, bahagia dengan pria yang kucintai dan mencintaiku melamarku malam ini, setelah setahun kami berhubungan. Orang tua kami ribut menentukan hari baik sesuai dengan adat dan agama untuk pernikahan kami, tapi aku bersikeras, aku menginginkan tanggal, bulan, dan tahun pilihanku. 11 bulan lagi. Mereka tidak setuju. Mereka pikir itu waktu yang terlalu lama setelah lamaran berlangsung. Semua kekuatiran, hal buruk bisa saja  terjadi. Untungnya tunanganku, Alka, mampu meyakinkan  mereka bahwa kami akan baik-baik saja. Aku sungguh beruntung memilikinya. Ia akan jadi calon suami dan calon ayah yang baik.

(Mei, 2010)
Alka sedang dalam perjalanan menjemputku dari kantor. Kami hendak memesan undangan di salah satu percetakan rekomendasi teman Alka. Satu jam setengah menunggu. Tumben Alka terlambat, pikirku. telepon dari Mama membuyarkan lamunanku. Beliau mengabari Alka berada di ruang UGD setelah mengalami kecelakaan mobil. Aku panik, secepatnya sambil berlari memanggil taksi yang melintas di jalanan depan kantorku. Mama berkata ia sadar dan baik-baik saja. Nafasku yang tadinya tersengal-sengal, kini  berangsur memelan dan stabil.  

Tapi begitu sampai di rumah sakit, aku melihat pemandangan yang sama sekali berbeda dengan pikiranku. Tante Rahayu dan Om Peter, mama dan papa Alka menangis dan kemudian memelukku. Mama dan Ayah pun menyusul mendekapku. Setelahnya aku baru tahu, tubuh Alka telah terbujur  kaku di hadapanku dan sebagian tubuhnya tertutup selimut putih.

Aku menangis. Aku berteriak. Aku tak sadarkan diri.

(10 Oktober 2010)
Hari minggu yang mendung. Hari yang seharusnya menjadi hari bersejarah dalam hidupku dan hidupnya. Hari yang aku nantikan sekian tahun. Hari yang aku bayangkan semua teman, kerabat dan keluarga berkumpul, menyaksikan kami berjanji sehidup semati di rumah Tuhan, bernyanyi dan berdansa bersama mengakrabkan suasana di malam resepsi yang sarat dengan nuansa putih, bunga lily menghias setiap meja dan lilin di sekitar danau buatan.

Tapi disinilah aku sekarang, di depan tempat peristirahatan Alka yang terakhir. Terpisah alam, dimensi dan waktu. Tak mau lagi aku menangis di hadapannya. Ia sudah pasti tenang dan bahagia, aku tidak ingin merusaknya. Aku harus kuat. Semenit setelah menabur bunga dan berdoa, aku berjalan pulang.

10-10-10 mungkin bukan jatahku. Bukan kebahagiaanku. Tuhan pasti memberi waktu lain yang lebih indah untukku nantinya. Tapi untuk sementara, biarkan aku mengenang Alka. Selanjutnya, aku pasrah.

Friday 18 March 2011

shutter

Marini, 22 tahun, seorang karyawan kafe dan model foto hanya untuk seorang fotografer amatir bernama Pria, 26 tahun. Marini biasa-biasa saja, tidak cantik, hidung pesek, berkulit kuning, berambut panjang kemerahan dan memiliki kaki jenjang. Dari kecil, ibunya yang asli orang jawa selalu melulurinya dengan mangir tiga hari sekali sebelum memandikannya.

Pria, hobi fotografi dan bekerja freelance di sebuah wedding organizer, mengenalnya lewat situs pertemanan di internet. Lalu tertarik untuk menjadikannya sebagai model untuk bahan Tugas Akhir sekolah fotografinya. Marini menerima tawarannya. Tanpa bayaran dalam bentuk apapun. Lama-kelamaan, tanpa alasan tugas akhir pun, Pria ketagihan memotretnya.

“Bang, kamu ga bosen apa foto aku terus. Aku kan ga cantik…” Marini berkata pada Pria yang sedang konsentrasi menatap LCD komputer yang menyajikan hasil pemotretan barusan.
“Kayanya minggu depan saya pengen foto kamu lagi. Kali ini bawa kostum kerja kamu” jawabnya datar.
“Bang, kamu belum jawab pertanyaan aku…”
“Mar, saya suka sama penampilan kamu. Mungkin kamu merasa bahwa dirimu tidak cantik, tapi itu bisa dikasi trik, dari tata rias, pencahayaan, dan keahlian sang fotografer dalam mengambil angle yang tepat. Dan banyak saya temukan dibalik kamera dirimu begitu sensual.  Coba liat foto ini…” Pria menunjuk salah satu gambar dimana Marini menutup mata, duduk dengan kaki terbuka sehingga terlihat paha dan sebagian selangkangan.
“Ini karena kamu memintaku untuk pose gitu. Coba kalo aku posenya cuma duduk manis, ga akan muncul kata ‘sensual’ di pikiranmu”
“Hahaha..oke, saya suka memandang kakimu. Seksi.” Pria meliriknya dengan tatapan nakal.
“Masa…?”

4 bulan setelah perkenalan bagi Marini cukup untuk merasakan jatuh cinta pada Pria. Pria sosok lelaki yang hangat, pandai, santai namun agak misterius.  Hanya saja, Pria mungkin tidak pernah mencintainya karena selama 3 tahun mereka menjadi ‘partner’, Pria tidak pernah memintanya untuk menjadi pacar.

Adalah Chika, 27 tahun, pengusaha butik batik, dipacari 8 bulan lamanya. Putus karena orang tua Chika tidak merestui anaknya berpacaran dengan orang yang “belum punya apa-apa”.
Lana, 23 tahun, seorang model catwalk, menjadi kekasihnya selama 6 bulan. Putus karena Lana ketahuan selingkuh dengan seorang disk jockey.
4 bulan sendiri lalu Anggit, 25 tahun, seorang auditor di Kantor Akuntan Publik ternama mengisi 455 harinya bersama. Putus karena tertekan diminta menikahinya secepatnya.
2 bulan berlalu, Mara, 23 tahun, seorang penyiar radio dan presenter di televisi lokal merebut perhatiannya.
Hingga sekarang…

“Bang, gimana hubunganmu sama Mara?”
“Baik. kenapa?”. Pria selalu begitu. Tidak pernah menceritakan detail kehidupan pribadinya, apalagi cintanya.
“Kamu bahagia dengannya?”
“Ya. Paling nggak ‘masih’lah…hehe”
“Boleh aku bertanya…tapi harus dijawab”
“Boleh, mo nanya apa?” Pria mencolek hidung, lalu mencium bibir Marini, lembut. Bagian ini yang selalu bikin ia bingung. Pria bukan kekasihnya. Pria kekasih orang lain yang suka menyentuh, menciumi, dan bahkan menidurinya beberapa kali setelah pemotretan.
“Untuk apa semua fotoku selama ini…kenapa tidak kamu jadikan aku model beneran, atau kamu jual ke majalah supaya kita juga ada penghasilan tambahan. Secara kamu juga tidak pernah membayarku untuk menjadi modelmu selama ini…”
“Tidak. Tubuhmu tidak boleh dipandang dan dinikmati oleh orang lain. Lelaki lain…”
“Kenapa?. Kalo gitu aku ga mau di foto lagi…”
“Ya udah. Terserah kamu. Tapi setelahnya kita tidak akan pernah bertemu lagi”.
“Kok gitu…” Marini menatap melas. “Kamu cuma ingin memanfaatkan aku!” lanjutnya.
“Marini…saya tidak pernah memaksamu untuk di foto. Saya memang meminta tapi saya tidak pernah memaksa,” nada suaranya meninggi.
“Smua aku lakukan karena aku ga mau kehilangan kamu, Bang…”
“….”
“Karna aku jatuh cinta sama kamu. Aku punya harapan kamu bisa jatuh cinta sama aku. Tapi ternyata selalu ada wanita lain yang mengisi hidupmu, bukan aku…”
“Mar…kita ga bisa bersama. Saya ga cinta, hanya kagum sama kamu...”

Air mata Marini menetes. Setelah semua yang telah ia lakukan untuk mendapatkan hati Pria adalah sia-sia. Apapun alasannya ia tahu, tidak pernah ada Marini di hati Pria. Marini beranjak dari duduk meninggalkannya. Berjalan menuju pintu kamar apartment Pria. Sebelum membuka pintu ia berhenti lalu menengok dan berkata,

“Coba gitu dari dulu aku minta bayaran untuk foto dan kepuasan ‘batin’ di malam hari, paling ga usahaku ga se sia-sia ini”

Pintu ditutup dan Marini tak ingin menoleh lagi.

Thursday 17 March 2011

Bebek Item

Kayanya udah dua taon ga “mengunjungi” warung bebek madura atau bebek item kalo kata aku (karena penampakannya memang hitam, lengkap dengan kremesan tulang-tulang kecil dan sisa-sisa bumbu di penggorengan), padahal letak warungnya ga jauh juga dari rumah. Baru aja kepikir, tiba-tiba...

Klinggg (ini nada sms di hape aku)..

Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: dav, gw akirna di sby juga. Ga cuti lu besok, ketemuan yuk.

Reply to: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: dah nyampe ya, deu ga lagi harinya ni, jadi ga cuti gw. Abis gw ngantor napa?

Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: bole tu. Temenin mam bebek item, masak tmn gw d jkt uda nyoba, gw blom pernah. Katanya yg enak depan RS XYZ ato di deket SMK V.

Reply to: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: haha, lo lagi baca pikiran gw ya, lagi ngidam jg ni gw. Ayok, jemput gw jam 7 ya..tp pst jadi kan..

Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: harus jadi!

Si Sammy temen SD aku pindah ke Bandung akhirnya maen juga ke Surabaya. Selama ini sih kami tetap berhubungan via internet dan sms. Kemaren-kemaren pas dia ke Surabaya, kami enggak sempet ketemuan. Obrolan terakhir di YM 3 minggu lalu,

<sam_wise>: 2 hr lg gw maen sby
<anivadavina>: dalam rangka apa?
<sam_wise>: pen ketemu lu, haha
<sam_wise>: gw ada interviu ni
<anivadavina>: LOL
<sam_wise>: ketemu ya..
<anivadavina>: ga yakin gw, filing gw paling sama aja kayak 4 bln lalu..lu sibuk ndiri ketemuan ma temen2 yg laen ato malah ke kediri rmh eyang lo.
<sam_wise>: filing lo salah..
<anivadavina>: yakin bgt lo, klo gt..cant hardly wait 2 cu..hehe

asik asik, maem bebek item.

Esoknya, sepulang dari kantor aku langsung bersiin muka terus mandi. Luluran, keramas, cukur bulu ketek, dan kaki. Selesainya, dengan masih pakai handuk aku berdandan. Kebiasaan sih, dandan dulu  pake bajunya belakangan.

“Mo kemana?” Ladya, kakakku satu-satunya bertanya.
“Makan bebek item.” Jawabku sambil masih memandang cermin dan mengulas alas bedak.
“Ma siapa, neng? Mana pake bedak tebel gitu lagi, bebek item warung kan. Sayang banget  mahalan bedak daripada bebeknya...hahaha,” katanya.

Cuek mode ON

15 menit setelah aku siap...
pas banget dah jam 7, pasti bentar lagi dia jemput aku

30 menit setelah aku siap...
mungkin dia masih di jalan agak macet. Tapi kok ga sms. Dengerin madonna di iPod aja deh sambil nunggu.

45 menit setelah aku siap...
wah macetnya pasti parah. Ato dia lupa ya. Sms engga, sms iya, sms engga...

60 menit...
To: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: sam, dr’mu buatku menunggu tanpa kepastian. Benernya jadi ga sih?

5 menit kemudian...Klinggg

Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: ya ampun, key deh gw berangkat skr. Tapi jam 9 gw cabz ya, mo ngumpul ma temen2.

Aku melihat jam di tangan, 8.07 pm
*Sigh*
Mo makan sejam doank?. Mang ga pake ngobrol?.

Reply to: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: ga usah deh, daripada keburu-buru next time aja. Btw klo dari td lu bilang ga jadi bnrna gpp. Have fun yee

Sender: Sammy Setiawan, 081218xxxxx
Message: keluarga pd ngumpul rame d rumah, ga enak juga ninggalin. Paling juga ga jadi ni ketemu ma temen.

Sial Sammy...dah ditungguin taunya lupa. Keluarga selalu jadi alasan kuat buat ngeles mang, huhu. Mana dah laper berat. Terpaksa deh masuk kamar lagi, ganti baju, bersihin muka, dan disorakin kak Ladya,

“Poor Davina...uda dandan cantik ga jadi pergi, dapet salam dari bebek item”

Tuesday 15 March 2011

talking to the moon

sebenarnya aku ga seberapa ngefans sama penyanyi yang satu ini. tapi ada satu lagu dari albumnya doo-woops & hooligans, talking to the moon...aku suka!

I know you're somewhere out there somewhere far away
I want you back i want you back
My neighbours think I'm crazy
But they don't understand, You're all I have
You're all I have
 
[Chorus:]
At night when the stars light up my room
I sit by myself, Talking to the Moon
Try to get to You, In hopes you're on the other side
Talking to me too
Or Am I a fool who sits alone
Talking to the moon
 
I'm feeling like I'm famous
The talk of the town
They say, I've gone mad
Yeah, I've gone mad
But they don't know what I know
Cause when the sun goes down someone's talking back
Yeah
They're talking back
 
[Chorus:]

Ahh...Ahh...Ahh..
Do you ever hear me calling
(Ahh...Ahh..Ahh..)
Ho Hou Ho ho Hou
 
'Cause every night I'm Talking to the Moon
 Still try to get to You
In hopes you're on the other side
Talking to me too
Or Am I a fool
who sits alone
Talking to the moon

Ohoooo...

I know you're somewhere out there
Somewhere far away

kekasih sejuta umat

Nana sedikit berlari ketika menghampiri kubikel ku. Setelah sampai, nafasnya agak tersengal-sengal.

“Kamu bilang sapa, cowok yang slama ni lagi deket sama kamu…Fido?, bener ga?”
“Iya, namanya Fido,” saya santai aja jawabnya. Cowok yang namanya Fido emang lagi deket sama saya.
“Kayanya dia ga cuma deket ma kamu deh…” Nana mencibir. Dia tipe cewek yang konvensional. Kalo ada cowok yang naksir ato ditaksir, yah harus cuma dia aja yang dipuja. Sementara, Nana penampilannya juga biasa aja. Bukan saya bilang saya cantik banget sih, tapi diluar sana cewek-cewek cantik, pintar, dan bertalenta juga bertebaran. Dan saya juga ga bilang jaman sekarang susah buat cari cowok yang setia lho…tapi godaan diluar emang gede.

“Tau. Trus emang kenapa kalo dia ga cuma deket ma aku. Dia kan masih single juga, Na. Dia bebas deket dan berteman ma siapa aja.”
“Tapi dengerin ceritamu tempo hari, kok rasanya kamu lagi jatuh cinta ma dia. Aku ga rela aja kalo tar kamu sakit hati karena dia.” Lalu Nana ngeloyor pergi.
“Eh Na, emang kamu tau darimana dia ga cuma deket ma aku aja?”
“Liat di facebook dia.” Nana menjawab sambil terus berjalan ke mejanya.
“Emangnya kamu punya facebooknya dia?”
“Dia pernah komen ke kamu kan. Dan facebooknya sama sekali ga private.”

Hm, baiklah. Saya kembali mengetik laporan yang sedang saya kerjakan tadi. Tapi kemudian saya tergoda untuk membuka akun facebook saya. Sebenarnya ini ilegal, karena kami dilarang ber-facebook-ria saat jam kerja. Ah cuek saja. Fakta Nana si Admin Operasional memberitahukan saya tentang Fido, berarti kan dia sendiri baru aja buka facebook.

Kali ini tidak ada notifikasi, pesan, ataupun permintaan teman yang baru. Salah satu hal yang saya pelajari dari facebook adalah ketika kamu memasang foto yang sangat menarik. Friend request akan bertambah setiap harinya. Jadi, seseorang (yang tidak dikenal sebelumnya, maksudnya) kadang hanya ingin berkenalan dan berteman dengan yang cantik dan ganteng saja. Saya sudah bosan yang begituan. Jadi saya cuek aja ketika sekarang saya pasang foto lagi ngupil.

Saya mengetik nama Fido Riedl di kolom search, dan langsung saya klik setelah nama profilnya muncul. Yah, memang ada beberapa wanita yang menulis di wall-nya. Beberapa wanita baru (dan seksi) yang menjadi temannya. Dan yang mengusik mata saya, ada satu wanita yang sering-seringnya di komenin statusnya akhir-akhir ini.

Lalu, kenapa…itu hak dia. Kadang Nana memang suka berlebihan. Saya menutup akun saya dan bersiap melanjutkan laporan.

Tiba-tiba, bayangannya terlintas. Teringat caranya memperlakukan dan menatap saya  yang memang bikin orang klepek-klepek itu, saya mengira memang dia naksir saya. Apa saya jadi suka juga sama dia yah. Yang pasti saya terbiasa bersamanya. Gitu deh, dapetin cewek emang gampang bangeeet, di-telaten-i sama perhatian pasti luluh.

Ah rese, gara-gara Nana saya jadi terpengaruh begini. Udah gitu, beberapa hari ini memang mulai berkurang frekuensi kami smsan, telponan, ato saling lontar komen di facebook. Apa saya tanya aja yah gimana perasaannya sama saya. Cepat atau lambat saya mesti tau, jadi saya juga bisa ngira-ngira langkah selanjutnya yang saya ambil apa. Di usia yang ke 28 ini ga semestinya saya nyantai untuk masalah cinta. Apalagi membiarkan seseorang mempermainkan saya.

Pada nada panggil ke lima Fido mengangkat telponnya.
“Iya, Sha..tumben jam segini nelpon?”
Tumben nelpon? Kamu yang tumben ga sms saya sama sekali dari pagi ini.
“Entar malem da acara, Do?, pengen nonton nih”
“Eh..uh…tar malem aku dah da janji, Sha…besok aja gimana?”
“Oke deh, besok aja…thanks ya Do”

Esoknya, saya jadi ketemu sama Fido. Kami masih sama-sama berkostum kerja. Wajahnya tampak kuyu.
“Kecapean ya Do?,”
“Iya, tadi meeting. Trus langsung dikejar deadline bikin iklan.”
Fido menunjukkan gelagat malas saat saya tanya enaknya nonton apa. Saya berusaha ngerti aja dengan kondisinya. Akhirnya saya menggandeng tangannya keluar cinema.
“Kalau males nonton, kita makan aja yuk?” ajak saya.
“Ide bagus. Kebetulan aku lagi laper banget, ga sempet lunch tadi…”

Kami ngobrol banyak. Tiba saat saya menanyakan perasaannya pada saya, wajahnya memucat.

“Sha, aku menikmati tiap waktuku sama kamu. Aku suka sama kamu. Kamu beda dari cewek kebanyakan…” dia berhenti. Beda maksudnya apa ya, ga cantik kaya yang laen?, ga bersuara indah kaya yang laen?, atau ga seseksi kaya yang laen?..
“..bukan secara fisik maksudku.” Lanjutnya. Fiuuh, melegakan. Yah fisik emang yang paling keliatan sama mata. Dan saya sadar, saya jauh dari sempurna. Sumpah, saya suka iri kalo liat cewek-cewek cantik dan modis itu terutama pas ngemall.

Eh, tapi…mendengar jawabannya yang secuil-cuil tampak jauh dari bayangan saya bahwa kami bisa bersama. Ga papa deh, sudah saya duga. Jadi saya sudah siap dengar jawaban apapun. Saya menatap dan mengisyaratkan “lanjutkan..”

“Hanya aja aku masih belum bisa berkomitmen dengan siapapun…” dia menunduk.
“Haha, nyantai aja lagi, Do…aku juga anggep kamu sahabat kok, makanya aku kuatir kalo aku nyakitin kamu…” saya terpaksa berbohong. Gengsi bo..
“…jadi sekarang lagi deket sama Ardhini nih?” canda saya. Dia kembali mengangkat wajahnya…yang memerah. What?
“Mungkin…hehe. Tapi dia sudah punya pacar. Dan aku kenal juga sama pacarnya. Cuma ya gitu, orangnya memang menyenangkan” Yah, bagi kamu siapa sih yang ga menyenangkan.

Dulu, sebelum deket banget sama saya, Fido dah banyak cerita tentang Lucy, Beatrice, Abel, Yesha…sapa lagi ya?. Hm, berarti ga nutup kemungkinan pas jalan sama aku, dia juga dekat dengan cewek lain. Haha, bego banget saya…untung perasaan saya masih suka bukan cinta. Err…bohongin diri lagi nih…pikir saya.

Ah sudahlah, entar juga ilang sendiri ni feeling. Saya cuma harus memposisikan diri sebagai sahabatnya, tidak lebih.

“Udah siap pulang?, yuk…Lita sms minta dijemput juga, abis aku anter kamu kok tapi…”

Sapa lagi Lita?, saya tidak tertarik mendengar cerita tentangnya saat ini.

“Yuk cabut…” jawab saya.

Pieqa ™


Monday 14 March 2011

tentang pamela


tadi malem aku baru tidur jam 2 lebih. eh pagi-pagi udah dibangunin sama alarm perut. ke kamar mandi lah aku. melewati dapur, tampaklah pamela sepupuku yang sedang duduk di bangku sma, sedang membumbui ayam dengan tepung.

coba, sekarang ada berapa abg 'normal' di indonesia yang melakukan hal ini?. subuh, belanja kemudian mandi, lalu memasak sendiri bekalnya ke sekolah. yang lebih istimewa lagi, dia bikin bekalnya untuk dua orang...satunya adalah untuk pacarnya (iiih, mereka awet banget pacaran dari kelas 2 smp).

kejadian seperti itu cuma pernah aku tahu di komik-komik jepang serial cantik. kalo suka sama seseorang, si tokoh perempuan akan membawakan bekal untuk sang gebetan. kalo kenyataan? ah, aku ragu. abg sekarang manja-manja. gausa abg lah, aku aja males kalo bangun pagi :D

si pamela ini, anak ketiga dari tiga bersaudara. kalo saya bilang, dari ketiga nya yang paling cantik ya pamela. yang paling rajin juga dia. dan satu lagi, dia paling ga neko-neko, anaknya nurut, saking nurutnya sama orang rumah dimintain bantuan apa aja dia jarang nolak, sampe kadang dia sendiri jengkel kenapa ga bisa nolak hehe.

semoga berhasil menjadi calon istri yang baik ( bo, masih jauh ya...)
tetap semangat!!

tak seindah bayangan

Aku tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Yang ada di anganku adalah aku menikah muda dengan seorang laki-laki yang aku cintai, mengenakan busana pengantin yang aku desain sendiri, memilih bunga, dekorasi, tema foto pre-wedding, undangan, gedung dan sebagainya sesuai keinginanku dan calon suami.

Nyatanya, aku tidak perlu memikirkan semua itu. Calon mertuaku sudah menunjuk sebuah wedding planner untuk mengurus semuanya, termasuk soal biaya. Aku cuma menunggu beres. Biasanya dalam adat jawa, pihak perempuan lah yang seharusnya menjadi penyelenggara pernikahan, atau kedua belah pihak keluarga patungan, atau kami sendiri yang akan menikah lah yang membiayai semua. Tapi tidak untuk satu ini. Aku dan keluargaku dilarang mengeluarkan uang sepeser pun dan nantinya “isi gentong” pun akan menjadi milikku dan suami..

Semua temanku berpendapat, “Enak banget lu dapet mertua tajir kayak gitu?!”
“Tinggal ongkang-ongkang kaki doank dong…”
“Beruntung lo, Wi…keluarga calon lu baik. Ga kayak gue dulu…”
bla..bla..bla…

Bila dilihat dari satu sisi, aku memang beruntung. Tapi yang sebenarnya terjadi adalah, aku akan menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Parahnya, calon suamiku juga masih mencintai wanita lain yang orangtuanya tidak restui.

Semua berawal dari lamaran non-formal Dion, kekasihku setahun yang lalu. Ayah dan Ibu tidak banyak berkomentar hingga saat Dion pulang, mereka mengatakan agak keberatan menerima Dion sebagai calon suamiku. Hanya karena Dion yang berkepala  botak dan memiliki pekerjaan yang (bagi mereka) belum mampu mengimbangi aku yang sebagai manajer promosi di sebuah perusahan periklanan terbesar di Indonesia. Padahal dengan Dion aku sudah merasa cocok, kami sudah se-misi dan visi merencanakan masa depan. Aku kecewa. Daripada hubungan diteruskan tanpa restu, kami pun berpisah.

Beberapa bulan setelahnya, aku kembali dekat dengan seseorang. Dia anak baru di kantor. Rangga-seorang fresh graduate. Sebenarnya aku agak sungkan berhubungan dengan perbedaan usia juga posisi di kantor, tapi dia tampak santai menjalani semuanya. Begitu aku menyampaikan kedekatanku dengannya, orangtuaku serta merta protes.

“Gimana toh kamu, nduk…kamu cantik, karir cemerlang, kok ga bisa cari jodoh yang…apa ya istilahnya, Pa…se-cemerlang kamu lah. Sepadan gitu. .”ujar Ibu sambil menatap Ayah yang sedang manggut-manggut tanda setuju.

Aku tidak pernah bisa memahami mereka. Ini yang mau menikah kan aku, bukan mereka. Sekeukeuh-nya aku menjelaskan, mereka tidak mau mengerti. Pokoknya calon-ku harus ganteng, kaya, dan sayang sama keluarga.

“Aku menyerah. Ayah dan Ibu saja yang memilihkan jodoh untukku…”

Tidak sampai seminggu, mereka memperkenalkan Alif, 30 tahun, anak dari seorang kolega Ayah. Aku benar-benar menyerah, terlebih adikku satu-satunya juga ingin segera menikah tetapi tidak mau melangkahi kakaknya. Kelihatannya dia juga begitu. Jika memaksa berhubungan dengan pacarnya itu, dia akan diusir dari rumah dan dicoret dari daftar ahli waris. Alif tipikal pria manja, tidak bisa hidup sederhana karena sejak kecil telah dibanjiri dengan kasih sayang dan harta keluarga.

Mungkin, tidak semua pasangan yang dijodohkan tidak akan bahagia. Seiring dengan waktu, cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya. Aku percaya itu. Aku sendiri berharap bahwa aku akan bisa mencintai Alif seperti aku pernah mencintai Dion. Tapi ternyata tidak. Alif bertemperamen keras. Ia kerap memukulku. Bahkan saat bercinta, ia memanggilku dengan nama mantan pacarnya.

Aku merintih. Ayah, Ibu…seperti inikah hidup yang kalian anggap “cemerlang”??

Pieqa ™

Saturday 12 March 2011

kompromi?

Aku membuka mata. Tak kulihat Abi tidur di sampingku. Kulihat jam meja di samping kanan tempat tidur, pukul 01.14 pagi. Mungkin Ia ada di kamar mandi, pikirku. Dengan mata mengantuk terhuyung-huyung aku berdiri dan mengambil jubah tidurku lalu berjalan keluar kamar.

“Hmm...isi meja makan masih utuh. Kamar mandi pun kosong. Kemana Mas Abi jam segini ya..” tanyaku dalam hati setelah memeriksa kamar mandi.
Ku ambil telepon genggam lalu memencet angka 2 sebagai speed dial nomor telepon Abi.

“Halo sayang...” akhirnya Abi mengangkat teleponnya setelah nada tunggu ke tujuh. Suara di belakangnya sangat bingar. Ramai.
“Halo, aku pikir kamu sudah ada di rumah”
“Maaf, tadi aku sudah mau pulang tapi Steve tiba-tiba ngajak bilyard. Ga enak juga nolak, kami udah lama ga ketemu” Steve teman kuliah Abi saat di Sidney. Kemarin Abi sempat cerita bahwa Steve ada urusan bisnis di Indonesia dan menghubungi Abi untuk mengatur pertemuan. Tak kusangka malam-malam begini...
“Kenapa ga mengabari dulu, paling engga sms aja...”
“Aku kira kamu sudah tidur. Bukannya kamu sudah pamit mau tidur duluan”

Aku membereskan makan malam yang aku siapkan untuk Abi. Bila pulang selarut ini ia tidak akan makan lagi dirumah. Setelah itu aku mencoba untuk tidur kembali, tapi tidak bisa. Menghitung domba lompat pagar pun tak mampu membuatku mengantuk. Cuma Abi yang ada di pikiranku. Bukan aku tidak percaya atau tidak suka ia bersenang-senang sendiri, aku cuma kuatir dengan keadaannya. Abi ringkih, mudah sakit, dan tentunya besok ia harus kembali bekerja...

Dua jam kemudian, ia datang. Dengan wajah letih luar biasa tapi senang. Seperti biasa, ia mengecup keningku.
“Kenapa kamu ga tidur lagi?” Abi duduk dan melepas sepatu.
“Aku ga bisa tidur. Gimana kabar Steve?” Aku mengambil tas kerja dari pundaknya dan menaruh di atas kursi.
“Dia baik, tetap seperti dulu. Masih membujang, dan pandai merayu wanita. Masa tadi dia berusaha mengenalkan aku sama seorang score girl, dia lupa bahwa aku sudah menikah hahaha...” katanya sambil menanggalkan kemeja dan menggantinya dengan kaos putih polos.
“Lucu ya...” aku cemberut.
“Sayang, kamu kenapa? Kan aku ga ikutan godain cewek-cewek itu”
“Mana aku tahu. Kamu ngabarin aja enggak. Apalagi flirting, mana mau kamu laporin ke aku”
“Aku kan sudah bilang, ini ga aku rencanakan dan mungkin kamu sudah tertidur. Aku takut bunyi telepon atau sms ku akan  membangunkanmu. Toh aku tetap akan pulang”
“Justru kamu ga sms aku malah kebangun kan. Dan liat hasilnya, lebih fatal dibanding kalo kamu ngeluangin aja waktu semenit untuk sms”
“Aku kan sudah minta maaf...”
“Kamu sudah berkali-kali minta maaf tapi mengulanginya terus. Seluruh ucapanmu ga ada yang bisa dipercaya dari dulu...bulls**t!” kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Gosh...
Stop saying like that, Tita. Kenapa dulu kau mau menikahinya jika ia cuma bisa omong kosong. Kau tahu kau mencintainya. Begitu pula ia padamu.

Aku merebahkan diri di tempat tidur memunggunginya. Aku tahu, bahwa ia tak sepenuhnya salah. Mungkin aku yang terlalu saklek dalam hal kecil ini. Apapun, dimanapun dan kapanpun aku mengharap Abi sms dan mengabari. Orang lain pasti berpendapat, aku kayak satpam aja. Kerap seperti wajib lapor dan menginterogasi pasangan sedang ada dimana atau dengan siapa, bertanya sudah makan belum dan menyuruhnya segera makan padahal ia juga bukan anak kecil. Ia orang dewasa yang tahu kapan harus makan setelah merasa lapar. Tapi selalu saja ada perasaan kuatir dan membutuhkan rasa aman.

“Maafin aku Tita, aku ga bermaksud untuk tidak menghargai keberadaanmu. Aku salah, berulang kali...tapi aku ga akan menyerah untuk memperbaiki sikapku. Met malem” ujarnya di balik punggungku.

“Maafin aku juga terlalu keras padamu, Abi. Mimpi indah” jawabku dalam hati.

Pieqa ™

sehabis baca novel...

Satu hal yang aku perhatikan semua sama pada sebuah novel. Tokohnya, dengan karakter yang kuat dan selalu tampak hebat terutama pada penampakan, latar belakang keluarga, kekayaan dan pekerjaannya. Dan biasanya penulis pun tidak jauh-jauh membuat karakter tokoh dengan dirinya sendiri. Ada Banker, dia pun menciptakan tokohnya menjadi Banker. Ada penulis, dia membuat tokohnya menjadi seorang penulis sekaligus editor. Ada pula desainer, penyiar radio, presenter dan sejumlah profesi lain menjadikan dirinya sendiri sebagai pekerjaan si tokoh utama, hanya saja…lebih di dramatisir. No offense ya. Karena materi profesi itulah yang mereka kuasai, jadi akan lebih mudah dituangkan.

Kok aku bisa menyimpulkan seperti ini?, bahwa penulis tidak jauh-jauh membawa kehidupan pribadinya atau setidaknya curhatan seorang teman yang kemudian di modifikasi ke dalam tulisannya…sok tau banget haha. Mungkin karena aku sendiri merasakan. Ditambah juga aku pernah nonton film yang judulnya My Girlfriend's Boyfriend.


Intronya seperti suatu ilustrasi atas naskah yang sang aktor buat, tapi lalu naskah itu ditolak karena tokohnya persis seperti dia. Pembaca tidak akan menyukai tokoh yang biasa-biasa saja. Membosankan. Sampai dia bertemu seorang wanita di sebuah café, lalu mereka berkencan dan selama film berjalan kita akan dibuat berpikir bahwa si wanita selingkuh. Ceritanya simple banget, tapi bravo tuh penulisnya!

Well, balik lagi. Aku sendiri sadar, ternyata punya passion menulis, mengerjakannya ga semudah aku mengatakannya. Sebuah buku harus mengandung makna dan setidaknya ada pelajaran yang bisa ditarik setelah dibaca, bukan hanya untuk menghibur, mempermainkan emosi, membuat khayalan pembaca saja. Menuangkan emosinya kudu detail. Sampe bisa bikin si pembaca bergumam, “Omigod, ternyata memang begitu…” atau “Aku juga pernah ngalamin ini…” atau “Ini buku aku bangeeeet…”

Bisakah aku melakukannya?
Menjadi penulis?
Aku tidak tahu, tapi aku akan terus belajar


Friday 11 March 2011

ujan sore

sudah positif bahwa hari ini saya tidak bekerja sama sekali. seharian cuma mantengin lapie dan mengotak-atik blog ini. fiuuh, mata saya capek bukan main. butuh melihat yang hijau-hijau diluar sana. dan beruntungnya sore ini sedang hujan. saya suka hujan, suka bau tanah, kecuali satu...saya lupa bawa payung. gimana bisa pulang ya nanti?
ah biar saja, hujan air aja loh:)

Thursday 10 March 2011

snack sore

kamu tahu jam berapa ini?
ini jam menjelang pulang dan se'rombong bakso kaki lima seperti biasa berhenti di depan kantor.
sangat menggoda...

Tuesday 8 March 2011

#ngalorngidul

sejak punya lapie, hidup saya ternyata tidak berubah. HAHAHA...karena saya belum menelurkan satu pun tulisan yang layak saya jual ke penerbit.
yak, tujuan saya punya lapie karna berniat untuk semakin rajin menulis..tapi mungkin karna terlalu sibuk pacaran jadi ga sempat *biggrin*
gimana lagi, mood saya naik turun kalo mau nulis. keseringan kalo lagi bete justru mood menulis saya kenceng...apa perlu saya jadikan blog ini sebagai "tempat sampah" saya, sedangkan resiko membuat blog adalah dapat dibaca oleh siapapun. harus bagaimana saya?