Friday 19 December 2014

Kita Pasti Bisa

Setiap tahun aku menyelipkan 1 resolusi yang sama. Menikah.
Setiap tiup lilin di hari ulangtahunku, kuhembuskan doa yang sama. Menikah.
Setiap tahun setelah usiaku menginjak tahun yang ke 25.
Bukan berarti menikah adalah satu-satunya tujuan hidupku, bukan satu-satunya pencapaian yang ingin aku raih.

Aku tak berhenti mencari, meski begitu dia setia membantuku menemukan jalan kembali padanya. Ini yang membuatku bertahan mencintainya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Dan ya, hingga pada saat kami duduk berhadapan didampingi kedua orangtua kami pada tanggal 25 Mei 2014 lalu, aku bersyukur hari itu akhirnya datang. 

Kalau kamu membaca tulisanku sebelumnya, dan bertanya-tanya bagaimana akhirnya orangtua kekasihku bisa menerimaku... aku beritahu sesuatu.

Jodoh tidak akan menjadi "jodoh" kalau tidak diperjuangkan. Dan bagaimana caranya agar kamu bisa diperjuangkan?. Sejujurnya, aku bukan tipe perempuan yang layak diperjuangkan. Aku keras kepala, sok mandiri, kekanak-kanakan, mudah jatuh cinta, tidak setia...paling tidak itu yang mereka katakan tentang aku. But he stays. Dan dia menepati janjinya untuk berjuang membantuku meluluhkan hati kedua orangtuanya di tahun dimana aku sudah menyerah dan tak lagi menyelipkan doa "menikah" di tahun 2014 ini.

Suatu hari, dia berkata, "Sayang, aku ingin mengajakmu kerumahku. Tapi kalau bisa kamu pakai kerudung ya."
Aku kira pertemuan ini akan menjadi pertemuan yang biasa saja. Aku akan berhadapan kembali dengan Ibu dan Bapak, tapi aku salah. Ibu memanggil menantu, beberapa saudara dan keponakannya untuk dikenalkan padaku. Suasana ramai dan cair, tidak setegang aku pertama kali menginjakkan kakiku dirumahnya. Bapak pun mulai ramah menyapaku. 1 Hal yang aku ingat dia katakan, "Ya sudah, kalau memang kalian berjodoh, Bapak dan Ibu merestui saja."

Alhamdulillah. 

Dan kami masih menjalani ujian demi ujian menjelang hari lamaran hingga pernikahan. Kata orang, kalau persiapan pernikahan lancar berarti benar-benar berjodoh. Dengan segala keruwetan, aku kembali pesimis. Mungkinkah kami cuma memaksakan kehendak saja? Dan apakah memang dia terbaik untukku, aku terbaik untuknya?. 

Hey, aku berkata pada diriku sendiri. Bukankah ini yang aku inginkan. Menua bersamanya. Tolong jangan bandingkan dengan siapapun karena mereka tidak berjuang sekeras ini padaku. Berdoa saja, semua akan membaik.

Terima kasih atas semua doa baik yang tertuju untuk kami, dia mengucapkan janji pernikahan dalam bahasa Arab dengan sangat lancar, meski dengan telapak tangan basah dan muka tegang. 

Terima kasih pak Penghulu karena dengan guyonan yang Ia lontarkan, suasana Ijab kabul pun ga kaku sama sekali. He he he

Terima kasih keluarga. Terutama Mama, perjuangan mama luar biasa. Ga akan mampu aku untuk membalasnya. Adik perempuanku satu-satunya, buat semua nasehat dewasanya, dukungan dan kadonya...aku titipkan salah satu milikku yang berharga padamu, Luna.

Terima kasih kalian, yang pernah mampir ditengah-tengah hubungan kami. Kalian membuatku semakin yakin bahwa aku akan tetap memilih dia.

Terima kasih lelaki yang kini sudah menjadi mantan pacar. Hidup kita ga akan mudah, semoga kesabaranmu menjadi berlipat dalam mengimami aku. Kita pasti bisa, dear...

Terima kasih ya Allah, hadiah-Mu sangat indah. Aku menikahi dia, dan kini juga memperoleh kasih sayang dari orangtuanya.

(Terima kasih atas mitos "usapin jari berminyakmu yang abis makan gorengan di kaki, dijamin disayang mertua" dan aku melakukannya :D)

dan terakhir, YA sekarang aku mengenakan kerudung. Semoga istiqomah :)

Aamiin


1 comment:

  1. I proud for you dear, congratulations... keep istiqomah, Alloh always beside you every step of the momment. Welcome to the "REAL MARRIAGE "

    ReplyDelete