Saturday 14 May 2011

wanna hear: "lady i know u're the one for me"

kemaren siang aku ngucapin Selamat Ulang Tahun ke salah satu sepupu yang sedang berulangtahun. Sekarang, aku sedang menyantap “traktiran” berupa beberapa jenis masakan Chinese seperti nasi goreng, mie goreng, dan koloke. Selama makan, aku berpikir tentang satu hal. Mie gorengnya enak, beli dimana ya ini…hahah..(makanan mulu bahasnya). Bukan…saya berpikir atau lebih tepatnya kagum.

Jadi ceritanya, sepupu satu ini uda married dengan embel-embel by accident. Dengan segala keterbatasan, ketidaksiapan mental, mau ga mau mereka harus menikah, karna kamu tahu lah norma negara kita ini. Niat dari si pria pun akhirnya memuluskan segalanya, bahwa dia bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Sehingga semua tampak dilancarkan oleh-Nya. Sewa mobil, sewa baju pengantin, souvenir, pemberkatan di Gereja, ramah tamah, semua ada yang sponsorin dan hanya dipersiapkan dalam 2 bulan saja. Setelahnya, cari kos-kosan untuk tinggal berdua, check-up kandungan, sampai melahirkan juga dimudahkan. Padahal sebelumnya aku sempet meng-underestimate-kan pasangan ini, agak susah survive dengan segala keterburuan itu. Yang cewek bekerja sabagai sales promotion, yang cowok salah satu akunting di sebuah perusahaan maskapai penerbangan yang sebenernya, ga gede-gede amat gajinya.

Lalu, apa yang saya makan sekarang ini?
Kok dia mampu dan sempet beli traktiran gini sementara dia juga harus beli susu, bubur, bedak dan pampers?
Padahal aku sendiri masih single, duit gaji belum buat siapa-siapa, pas ulang tahun cuma bisa traktir bakso buat orang rumah. 
Dari situ aku semakin percaya dengan omongan temen-temen kantor bahwa menikah, tidak akan membuatmu miskin. Akan ada rejeki nya sendiri.

Bagi yang lebih memilih calon pendamping atau yang telah memiliki pendamping yang mapan, itu rejeki mereka. Tapi kalo aku, se-realistis apapun, lebih suka bila nantinya kami memulai dari nol bersama-sama. Dari tidak punya apa-apa sampai (harus) punya apa-apa, karena dari situlah sebuah pernikahan diuji. Terlebih bila biasa terhantam badai, maka akan semakin dewasa dan kuat dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik-konflik dalam rumah tangga.

Sekarang, aku lihat pasangan-pasangan muda di kampungku semakin bertambah jumlahnya. Beberapa terlihat seperti wajah-wajah orang daerah, yang datang ke kota serba pas-pasan tapi mereka berani nikah.
Jadi menurut saya cuma satu hal yang paling mendasar yang dibutuhkan untuk menikah. NIAT.

Ada alasan “keburu umur”.
Ada alasan “didorong terus-terusan sama pasangan dan keluarga”.
Ada alasan “ udah cape ganti-ganti pacar”

Apapun alasannya, yang penting mereka telah “BERNIAT” Dan seringnya, si pria-lah yang memiliki priviledge untuk membuka peluang ke arah sana. Karena memang sudah seharusnya begitu. Jarang sekali ada kasus wanita yang melamar pria, bukan begitu?.

Jadi, berbahagialah kamu para wanita yang telah terpilih menjadi ‘The One’. Diakui atau tidak, itu momen paling kamu tunggu seumur hidupmu.

Lalu aku kapan?
Bukan sekarang, bukan besok, tapi suatu saat aku pasti menemukan kebahagiaanku.
Karena Tuhan telah bersabda, semua akan indah pada waktunya.
AminJ

2 comments:

  1. pengen menggaris bawahi ajah gak semua lelaki lo punya niatan melamar kalo gak didesak ama yg cewek dan itu sudah banyak terbukti

    ReplyDelete
  2. iya, tp cowo pny dua option kalo "merasa dipaksa"...meneruskan atau meninggalkan..makanya balik lagi pada "NIAT"
    thx 4 reading aniwei..

    ReplyDelete