Friday 18 March 2011

shutter

Marini, 22 tahun, seorang karyawan kafe dan model foto hanya untuk seorang fotografer amatir bernama Pria, 26 tahun. Marini biasa-biasa saja, tidak cantik, hidung pesek, berkulit kuning, berambut panjang kemerahan dan memiliki kaki jenjang. Dari kecil, ibunya yang asli orang jawa selalu melulurinya dengan mangir tiga hari sekali sebelum memandikannya.

Pria, hobi fotografi dan bekerja freelance di sebuah wedding organizer, mengenalnya lewat situs pertemanan di internet. Lalu tertarik untuk menjadikannya sebagai model untuk bahan Tugas Akhir sekolah fotografinya. Marini menerima tawarannya. Tanpa bayaran dalam bentuk apapun. Lama-kelamaan, tanpa alasan tugas akhir pun, Pria ketagihan memotretnya.

“Bang, kamu ga bosen apa foto aku terus. Aku kan ga cantik…” Marini berkata pada Pria yang sedang konsentrasi menatap LCD komputer yang menyajikan hasil pemotretan barusan.
“Kayanya minggu depan saya pengen foto kamu lagi. Kali ini bawa kostum kerja kamu” jawabnya datar.
“Bang, kamu belum jawab pertanyaan aku…”
“Mar, saya suka sama penampilan kamu. Mungkin kamu merasa bahwa dirimu tidak cantik, tapi itu bisa dikasi trik, dari tata rias, pencahayaan, dan keahlian sang fotografer dalam mengambil angle yang tepat. Dan banyak saya temukan dibalik kamera dirimu begitu sensual.  Coba liat foto ini…” Pria menunjuk salah satu gambar dimana Marini menutup mata, duduk dengan kaki terbuka sehingga terlihat paha dan sebagian selangkangan.
“Ini karena kamu memintaku untuk pose gitu. Coba kalo aku posenya cuma duduk manis, ga akan muncul kata ‘sensual’ di pikiranmu”
“Hahaha..oke, saya suka memandang kakimu. Seksi.” Pria meliriknya dengan tatapan nakal.
“Masa…?”

4 bulan setelah perkenalan bagi Marini cukup untuk merasakan jatuh cinta pada Pria. Pria sosok lelaki yang hangat, pandai, santai namun agak misterius.  Hanya saja, Pria mungkin tidak pernah mencintainya karena selama 3 tahun mereka menjadi ‘partner’, Pria tidak pernah memintanya untuk menjadi pacar.

Adalah Chika, 27 tahun, pengusaha butik batik, dipacari 8 bulan lamanya. Putus karena orang tua Chika tidak merestui anaknya berpacaran dengan orang yang “belum punya apa-apa”.
Lana, 23 tahun, seorang model catwalk, menjadi kekasihnya selama 6 bulan. Putus karena Lana ketahuan selingkuh dengan seorang disk jockey.
4 bulan sendiri lalu Anggit, 25 tahun, seorang auditor di Kantor Akuntan Publik ternama mengisi 455 harinya bersama. Putus karena tertekan diminta menikahinya secepatnya.
2 bulan berlalu, Mara, 23 tahun, seorang penyiar radio dan presenter di televisi lokal merebut perhatiannya.
Hingga sekarang…

“Bang, gimana hubunganmu sama Mara?”
“Baik. kenapa?”. Pria selalu begitu. Tidak pernah menceritakan detail kehidupan pribadinya, apalagi cintanya.
“Kamu bahagia dengannya?”
“Ya. Paling nggak ‘masih’lah…hehe”
“Boleh aku bertanya…tapi harus dijawab”
“Boleh, mo nanya apa?” Pria mencolek hidung, lalu mencium bibir Marini, lembut. Bagian ini yang selalu bikin ia bingung. Pria bukan kekasihnya. Pria kekasih orang lain yang suka menyentuh, menciumi, dan bahkan menidurinya beberapa kali setelah pemotretan.
“Untuk apa semua fotoku selama ini…kenapa tidak kamu jadikan aku model beneran, atau kamu jual ke majalah supaya kita juga ada penghasilan tambahan. Secara kamu juga tidak pernah membayarku untuk menjadi modelmu selama ini…”
“Tidak. Tubuhmu tidak boleh dipandang dan dinikmati oleh orang lain. Lelaki lain…”
“Kenapa?. Kalo gitu aku ga mau di foto lagi…”
“Ya udah. Terserah kamu. Tapi setelahnya kita tidak akan pernah bertemu lagi”.
“Kok gitu…” Marini menatap melas. “Kamu cuma ingin memanfaatkan aku!” lanjutnya.
“Marini…saya tidak pernah memaksamu untuk di foto. Saya memang meminta tapi saya tidak pernah memaksa,” nada suaranya meninggi.
“Smua aku lakukan karena aku ga mau kehilangan kamu, Bang…”
“….”
“Karna aku jatuh cinta sama kamu. Aku punya harapan kamu bisa jatuh cinta sama aku. Tapi ternyata selalu ada wanita lain yang mengisi hidupmu, bukan aku…”
“Mar…kita ga bisa bersama. Saya ga cinta, hanya kagum sama kamu...”

Air mata Marini menetes. Setelah semua yang telah ia lakukan untuk mendapatkan hati Pria adalah sia-sia. Apapun alasannya ia tahu, tidak pernah ada Marini di hati Pria. Marini beranjak dari duduk meninggalkannya. Berjalan menuju pintu kamar apartment Pria. Sebelum membuka pintu ia berhenti lalu menengok dan berkata,

“Coba gitu dari dulu aku minta bayaran untuk foto dan kepuasan ‘batin’ di malam hari, paling ga usahaku ga se sia-sia ini”

Pintu ditutup dan Marini tak ingin menoleh lagi.

No comments:

Post a Comment